Jumat, 20 Januari 2012

Eksistensial Humanistik

EKSISTENCIALISME - HUMANISTIC THERAPY

1.  Biografi Rollo May (1909-1994)
Rollo May lahir 21 april 1909 di ohio anak laki-laki pertama dari pasangan Earl tittle may dan Matie boughthon may, kedua orang tuannya tidak ada yang terdidik dengan baik, sehingga iklim pendukung intelektual May tidak perna ada. Bahkan ketika kakak perempuannya tengelam kepada psikotik beberapa  tahun kemudian, ayah Rollo May menyalakan pendidikan yang terlalu banyak diterimanya.
Ketika usianya masih kecil, Rollo May pindah bersama keluarganya ke marine city, Michigan, tempay dia menghabiskan sebagian masa kanak-kanaknya. Ketika masih kecil tidakk begitu dekat dengan kedua orang tuanya yang sering bertengkar dan akhirnya terpisah.
Masa kanak-kanak, Rollo May menemukan ketenangan dan kebebasan dari kekangan keluarga dengan bermain-main ditepi sungai clair, sungai itu menjadi temannya, tempat yang menyenangkan untuk berenag selam musim panas dan berseluncur selama musim dingin. Dia mengaku belajar lebih banyak dari air daripada sekolah yang diikutinya di marine city.
Pada tahun 1946, May membuka praktek privatnya sendiri dan dua tahun kemudian bergabung sebagai pengajar di Institut William Allanson Write, pada tahun 1949 kira-kira usinya yang sudah menginjak 40 tahun, dia mendapat gelar Ph.D, dala psikologi klinis dari university of Columbia. Dia terus bekerja sebagai guru besar pembantu di bidang psikiatri di institut ini sampai tahun 1974.  
Sebelum menerima gelar doktornya may mengalami pengalaman yang paling mendalam selam hidupnya ketika masih diawal usia 30 tahun, dia terkena TBC dan mengahbiskan waktu selama 5 tahun di sanitarium Sarana new York, pada saat itu belum ada obat TBC dan setelah setengah tahun May tidak tahu apakah dia akan hidup atau tidak. Dia merasa tidak berdaya sama sekali dan tidak bisa melakukan apa pun kecuali menunggu hasil diagnosis ronsen selama berbulan-bulan apakah penyakit itu sudah menggerogoti seluruh paru-parunya atau belum.
Dan setelah itu dia mulai mengembangkan sejumlah wawasan tentang hakekat penyakitnya. Dia menyadari bahwa penyakit ini sudah mengambil keuntungan dari ketidak berdayaan dan sikap pasiennya. Dia mengamati pasiennya yang urimo  kondisi p
enyakitnya adalah orang-orang yang cenderung cepat mati, sementara mereka berjuang melawan kondisi itu cenderung dapat bertahan hidup sedikit lebih ;lama. “ketika saya mengembangkan sejumlah ‘perlawanan’ sejumlah perasaan tangung jawab bagi fakta bahwa sayalah yang mengidap TBC, sebuah penegasan diri saya sendiri untuk tetap bisa bertahan hidup, maka sejak itu saya memperoleh kemajuan yang berarti dalam kesembuhan saya.

2. Konsep Dasar
            Pandangan eksistensialisme akan sifat manusia ini sebagian di kontrol oleh pendapat bahwa signifikan dari keberadaannya tak perna tetap; melainkan kita terus-menerus, mengubah diri-sendiri melalui proyek-proyek / pandangan pengalaman individu. Manusia adalah mahluk yang selalu dalam keadaan transisi; berkembang, membentuk diri dan menjadi seseorang berarti pula. bahwa kita menemukan sesuatu dan menjadikan keberadaan kita sebagai sesuatu yang wajar. Sebagai manusia itu selalu bertanya tentang diri sendiri, orang lain, dan dunia. Meskipun pertanyaan spesifik yang kita ajukan bisa bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan kita dalam hidup, tema dasarnya tidaklahberubah.
            Menurut pendekatan eksistensialisme, dimensi dasar dari kondisi manusia mencakup :
1.    Kapasitas untuk sadar akan dirinya.
Sebagai umat manusia bisa kita mengenang kembali dan menentukan pilihan oleh karena kita mampu menyadari diri kita sendiri. Makin tebal kesadaran kita itu, makin besar kemungkinan kita untuk mendapatkan kebebasan,
2.    Kebebasan dan tanggung jawab
Tema khas yang selalu ada dalam literatur eksistensialisme adalah bahwa orang itu bebas untuk menentukan pilihan di antara alternatif - alternatif yang ada dan oleh karenannya mengambil peranan yang besar dalam menentukan nasibnya sendiri. Oleh karena itu kaum eksitensialisme hidup bebas dan menjadi manusia adalah identik. Kebebasan dan tanggung jawab berjalan seiring. Kita pecinta kita hidup sendiri dalam arti bahwa kita  cipta nasib kita, situasi hidup kita dan problem kita (Russel, 1978). Memikul tanggung jawab merupakn kondisi dasar adanya perubahan. Klien yang tidal mau mengakui tanggung jawab dirinya dengan selalu menyalahkan orang lalu karena problemyang ia derita tidak akan mendapatkan mamfaat dari terapi. 
3.    Usaha untuk mendapatkan identitas dan bisa berhubungan dengan orang lain.
Orang menaruh perhatian pada keunikan mereka dan posisi sentral mereka, namun pada saat yang sama mereka ada minat untuk keluar diri mereka untuk berhubungan dengan orang lain dengan alam.  Masalahnya adalah bahwa banyak diantara kita yang mencari arah, jawaban, nilai, dan kepercayaan dari orang penting dalam dunia kita. Dari pada menaruh kepercayaan pada diri kita sendiri untuk mencari dalam diri kita sendiri dan mencari jawaban kita sendiri terhadap konflik dalam hidup kita, kita menjual diri dan menjadi orang seperti yang diharapkan oleh orang lain. Keberadaan kita menjadi berakar pada keberadaan mereka, dan kita menjadi orang asing bagi diri kita sendiri.
4.    Pencarian makna
Karakteristik manusia yang khas adalah perjuangan demi rasa sigifikan dan adanya tujuan dalam hidup ini. Terapi eksistensial bisa memberikan kerangka konseptual untuk menolong klien menantang makna dalam hidupnya.
Problem membuang nilai lama  (TL yang negative). Salah satu dari problema dalam terapi adalah bahwa klien mungkin membuang nilai tradisional (serta nilai yang dipaksakan) tanpa bisa menemukan nilai yang cocok untuk mengantikannnya. Apa yang dilakukan terapis a[pabila kliendalam keadaan vakum nilai karena telah tidak lagi memeluk suatu sistem nilai yang ada kenyataanya tidak perna merupakan suatu tantangan bagi mereka itu tak ubahnya sebagai perahu tanpa kemudi.
Ketikbermaknaan. Manakalah klien berpendapat bahwa dunia tempat dia hidup nampak ia tidak bermakna maka iapun akan bertanya-tanya apakah masih pantas untuk terus berjuang, bahkan untuk hidup.
Fungsi terapis bukanlah mengatakan kepada klien harus seperti makna itu melainkan menjelaskan bahwa mereka bisa menemukan makna, bahkan pada saat menderita, (Frankl, 1979).
5.    Kecemasan sebagai suatu kondisi dalam hidup.
Kebebasan dan kecemasan adalah dua sisi dari sekeping mata uang ; kecemasan dikaitkan dengan kegembiraan yang menyertai lahirnya ide baru. Maka kita mengalami kecemasan pada waktu kita gunakan kebebasan kita untuk beranjak keluar dari yang diketahui kekawasan yang tidak diketahui.
6.    Kesadaran akan kematian dan ketiadaan.
Kaum eksistensialisme tidak memandang kematian sebagai hal yang negatif tetapi berangapan bahwa kesadaran akan datangnya maut, sebagai kondisi manusia itu memberi arti yang penting pada hidup. Pengakuan akan datangnya maut memainkan peranan yang penting dalam psikoterafi, oleh karena itu bisa menjadi faktor yang bisa membantu kita mentransformasikan suatu modus hidup yang basi / yang tidak baik menjadi suatu yang otentik (yalom, 1980). Maka salah satu focus pada terapi eksistensialisme adalah pada menggali untuk mengetahui sampai apa klien melakukan sesuatu yang dianggapnya bernilai. Tanpa harus selalu di hantui oleh ancaman yang selalu ada disekelilingnya akan ketidakberadaan, klien dapat mengembangkan kesadaran yang sehat akan datangnya maut sebagai suatu jalan untuk mengevaluasi seberapa lurus jalan hidupnya dan perubahan apa yang ingin mereka lakukan dalam hidup mereka, (Corey, 246-276 ;1995).

Eksistensialisme
            Pendekatan yang dikenal sebagai eksistensialisme adalah mapan di intelleclra dunia, namun tidak memiliki yang sangat aman tempat dalam arus utama akademik psikologi. Eksistensialisme berakar dalam tulisan-tulisan-19 century Denmar Kierkegaard. Dalam constrast untuk sebelum sistem filsafat yang menekankan rasionalitas manusia dan pentingnya luas, abstrak sosial dan sistem budaya, Kierkegaard memberikan filsafat yang menyoroti pentingnya individu dapat mengeksfresikan emosi, gairah, dan kapasitas kehendak bebas . Kualitas ini eksistensi manusia begitu sentral bagi Kierkegaard bahwa karyanya dipandang sebagai filsafat eksistensi, atau eksistensialisme (Solomon & Higgins, 1996).
Pada abad ke-20 century. Eksistensialisme diajukan paling mencolok oleh filsuf Prancis Jean-Paul Sartre, yang menekankan kemampuan manusia dan tanggung jawab untuk kemungkinan alternatif untuk diri sendiri dan dengan demikian untuk mengatasi apa pun hambatan dalam kehidupan yang satu mungkin dihadapi.
Secara umum, ada dua mendefinisikan elemen untuk eksistensialis tinjauan. Salah satunya adalah keprihatinan dengan keberadaan-orang dalam kondisi manusia. Eksistensialisme sangat prihatin dengan masalah yang melekat dalam sifat hidup, manusia, dan yang sudah ada. Apa yang merupakan inti dari keberadaan berbeda untuk eksistensialis, namun semua setuju bahwa beberapa kekhawatiran yang mendasar bagi hakikat keberadaan manusia dan tidak dapat diabaikan, dipecat, dijelaskan, atau diremehkan. Mungkin sebagian besar dari semua, bagi eksistensialis, orang-orang dan experence harus dianggap serius (Pervin, 1960b). Kedua mendefinisikan eksistensialisme pandangan ini fokus pada pentingnya individu. Eksistensialis melihat orang sebagai tunggal, unik, dan tak tergantikan. Bagi Kierkegaard, satu-satunya eksistensial masalah adalah ada sebagai seorang individu. Sejumlah tambahan tekanan yang berkaitan dengan menghargai individu. Pertama, ada memberikan penekanan pada kebebasan. Dalam eksistensialis melihat kebebasan, kesadaran, dan refleksi diri adalah apa yang membedakan manusia dari hewan lain. Kedua, kebebasan melibatkan tanggung jawab. Setiap orang bertanggung jawab untuk pilihan, untuk bertindak, karena asli, atau untuk bertindak dalam "itikad buruk. Pada akhirnya, setiap orang adalah respon untuk keberadaan dirinya sendiri. Ketiga, ada eksistensial perhatian dengan kematian, karena di sini sebagai tempat lain bahwa individu sendirian dan lengkap tergantikan. Akhirnya, ada penekanan pada fenomenologi dan pemahaman tentang pengalaman unik dari masing-masing orang. Peristiwa memandang dari segi makna bagi individu bukan dalam hal beberapa standar definisi atau konfirmasi dari beberapa hipotesis. Dengan demikian, ada minat pada bagaimana setiap intrinsik fenomena manusia dapat dialami dan diberi makna waktu, ruang, hidup, kematian, diri, atau apa pun,(Pervin L.A, Cervone J, 212-213).       


3.  Prinsip-prinsip Eksistensialisme
            Konseling eksistensialisme berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang mencakup; kemampuan kesadaran diri, kebebasan untuk memilih dan menentukan nasib hidupnya sendiri; tanggung jawab pribadi; kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan batin; usaha untuk menemukan makna dari kehidupan manusia ; keberadaan dalam komunikasi dengan manusia lain ; kematian; serta kecenderungan dasar untuk mengembangkan dirinya semaksimal mungkin (winkel 453;2007). Selama wawancara konseling, konseli membuka pikiran dan perasaannya, bagaiamana dia menghayati dan meresapi kehidupan di dunia ini. Sebaliknya, konselor juga membuka diri dan ingin berkomunikasi sebagai manusia yang menghadapi beraneka tunutan kehidupan manusiaw yang sama.melalui proses komunikasi antar pribadi ini, konseli mulai semakin menyadari kemampuanya sendiri untuk mengatur dan menentukan arah hidupnya sendiri secara bebas dan bertanggung jawab. Dalam hal ini knseli belajar dari konselor, yang mengkomunikasikan suatu sikap yang penuh rasa dedikasi terhadap segala tuntutan hidup sebagai tanggung jawab pribadi. Konseli akan diharapkan menjadi semakin mampu mengatasi beraneka kesulitan dan bermacam tantangan dengan menempatkannya dalam kerangka suatu sikap mendasr terhadap kehidupannya sebagai manusia, yang harus menerima realita hidup sebagaimana adanya dan harus memperkaya diri sendiri melalui penghayatan kehidupannya. Konseli yang melibatkan diri sepenuh dalam hidup secara otentik (commitmet to life), akan dapat menentukan apa yang sebaiknya dilalkukan pada saat tertentu dalam kehidupannya. (winkel, 453-454, 2007).

4.  Temuan mutahir
Ketika Rollo May belajar untuk mendengarkan tubuhnya, dia menemukan bahwa penyembuhan adalah proses yang aktif, bukan pasif.
Rollo May menawarkan cara baru untuk melihat dunia. Pandangan kemanusiannya lebih luas dan dalam ketimbang umumnya teoritis kepribadian, dia melihat manusia sebagai mahluk yang kompleks, sanggup melakukan kebaikan yang mengharukan sekaligus kejahatan yang mengerikan.
Menurut Rollo May, manusia sudah menjadi terasing dari dunia alamiah, manusia yang lain dan paling besar, dari dirinya sendiri. Ketika manusia menjadi semakin teralienasikan dari manusia lain dan dirinya, mereka menyerahkan sebagian besar kesadaranya. Akibat mereka menjadi kurang sadar akan dirinya sebagai subyek, yaitu pribadi sadar yang mengalami diri. Ketika diri subyek ini menjadi buram, manusia kehilangan kapasitas membuat pilihan. Namun perkembangan seperti ini tidak terletakan. Rollo May yakin bahwa manusia, dalam batasan-batasan takdir mereka, memiliki kemampuan untuk membuat pilihan bebas. Setiap pilihan mendorong setiap batasan deterministik mundur kebelakang agar munculkan pilihan-pilihan baru. Manusia umumnya memiliki potensi kebebasan lebih besar ketimbang yang sudah direalisasikan. Namun begitu pilihan bebas tidak datang tanpa kecemasan. Pilihan menuntut keberanian untuk menentang takdir, memandang kedalam diri dan menyadari kejahatan sebanyak kebaikan.
Pilihan juga mengandung tindakan. Tanpa tindakan pilihan hanya tinggal sebagai angan-angan, sebuah hasrat yang lembam. Dengan tindakan datangah tanggung jawab, kebebasan dan ntanggung jawab selalu bergandengan, seseorang tidak bisa memiliki kebebasan lebih besar daripada tanggung jawab tidak boleh juga dibebani tanggung jawab lebih besar daripada kebebasannya. Individu yang sehat menyambut kebebasan dan tanggung jawab, tetapi mereka sadar kalau pilihan sering kali menyakitkan dan menghasilkan kecemasan dan mendatangkan kesulitan.
Teori Rollo May bersifat optimistik atau pesimistik terhadap hakekat manusia. Meskipun kadang melukis gambar kemnusiaan dengan agak sendu namun dia tidak pesimis. Rollo May melihat bahwa masa sekarang adalah tempat manusia mencari simbol-simbol dan mitos-mitos baru yang akan dapat menyatuhkan seluruh species dalam semangat baru.
Meskipun Rollo May menyadari pengaruh potensial pengalaman kanak-kanak bagi kepribadian pada masa dewasa namun, dia jelas-jelas lebih memilih teleology daripada kausalitas. Masing-masing dari kita memiliki tujuan atau takdir khusus yang harus ditemukan dan ditantang, karena jika tidak kita akan terjerumus kedalam alienasi dan neurosis.
Mengenai dimensi keunikan versus kemiripan, konsep kemanusiaan Rollo May jelas mengarah pada keunikan. Masing-masing dari kita bertangung jawab untuk membentuk kepribadian kita sendiri dalam batasan yang telah ditetapkan oleh takdir. Tak perna dua orang membuat konsekuensi pilihan yang sama tidak keduanya pun mengembangkan cara melihat hal-hal secara identik. Penenkanan Rollo  May tehadap fenomenology memberi ruang bagi persepsi individual dan karenanya keunikan kepribadian.(Feist. J. 298-299 ; 2008)

5.  Aplikasi dalam Bimbingan dan Konseling
No
Konsep Dasar
Aplikasi dalam B & K
01
Kapasitas untuk sadar akan dirinya.

Sebagai umat manusia bisa kita mengenang kembali dan menentukan pilihan oleh karena kita mampu menyadari diri kita sendiri. Makin tebal kesadaran kita itu, makin besar kemungkinan kita untuk mendapatkan kebebasan,
Konselor dapat menunjukan kepada klien bahwa peningkatan kesadaran memerlukan pengorbanan, pada saat orang menjadi lebih sadar, konseli akan paham dan mengerti akan masalah yang di alaminya.
02
Kebebasan dan tanggung jawab

Bahwa orang itu bebas untuk menentukan pilihan di antara alternatif - alternatif yang ada dan oleh karenannya mengambil peranan yang besar dalam menentukan nasibnya sendiri
Konselor terus-menerus mengarahkan fokus pada pertanggung jawaban klien atas situasi mereka. Konselor mengajak klien untuk mengenali betapa mereka telah membiarkan orang lain membuat keputusan bagi mereka dan membangkitkan semangat mereka untuk mengambil langka kemandirian pada saat menantang klien untuk mencari cara lain untuk berada yang lebih bisa memnuhi makna darpada keberadaanya sekarang yang serba terbatas.   
03
Usaha untuk mendapatkan identitas dan bisa berhubungan dengan orang lain
Konselor mampu ,memahami konseli secara mendalam dan memahami pula latar belakang konseli, sehingga konselor melakukan konfrontasi pada konseli dengan realitas yang hanya mereka sendiri yang harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri.
04
Pencarian makna
Karakteristik manusia yang khas adalah perjuangan demi rasa sigifikan dan adanya tujuan dalam hidup ini.
Konselor dapat membantu konseli dengan cara mengali untuk mengetahui akan permasalahan yang sedang dialaminya (konseli) sehingga konseli mampu menemukan dirinya, dan mampu menemukan jalannkeluar dari masalahnya.
05
Kecemasan sebagai suatu kondisi dalam hidup.

Manusia kadang mengalami rasa cemas, dalam hidupnya, tidak mampu lagi untuk berkembang dan beraktualisasi diri.
Konselor yang berorientasi eksistensial dapat membantu klien mengenali bahwa bagaimana belajar bertenggang rasa dan keragu-raguan dan ketikpastian. Konselor mampu membrikan warna yang jelas pada konseli untuk memhilangkan rasa cemas itu konselor mampu mengantarkan konseli untuk mengenali dunia baru, dan melupakan dunia yang telah membuat di cemas. 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar