EKSISTENCIALISME - HUMANISTIC THERAPY
1. Biografi Rollo May (1909-1994)
Rollo May lahir 21 april
1909 di ohio anak laki-laki pertama dari pasangan Earl tittle may dan Matie
boughthon may, kedua orang tuannya tidak ada yang terdidik dengan baik, sehingga
iklim pendukung intelektual May tidak perna ada. Bahkan ketika kakak
perempuannya tengelam kepada psikotik beberapa
tahun kemudian, ayah Rollo May menyalakan pendidikan yang terlalu banyak
diterimanya.
Ketika usianya masih kecil, Rollo
May pindah bersama keluarganya ke marine city, Michigan, tempay dia
menghabiskan sebagian masa kanak-kanaknya. Ketika masih kecil tidakk begitu
dekat dengan kedua orang tuanya yang sering bertengkar dan akhirnya terpisah.
Masa kanak-kanak, Rollo May
menemukan ketenangan dan kebebasan dari kekangan keluarga dengan bermain-main
ditepi sungai clair, sungai itu menjadi temannya, tempat yang menyenangkan
untuk berenag selam musim panas dan berseluncur selama musim dingin. Dia
mengaku belajar lebih banyak dari air daripada sekolah yang diikutinya di
marine city.
Pada tahun 1946, May membuka
praktek privatnya sendiri dan dua tahun kemudian bergabung sebagai pengajar di
Institut William Allanson Write, pada tahun 1949 kira-kira usinya yang sudah
menginjak 40 tahun, dia mendapat gelar Ph.D, dala psikologi klinis dari
university of Columbia. Dia terus bekerja sebagai guru besar pembantu di bidang
psikiatri di institut ini sampai tahun 1974.
Sebelum menerima gelar
doktornya may mengalami pengalaman yang paling mendalam selam hidupnya ketika
masih diawal usia 30 tahun, dia terkena TBC dan mengahbiskan waktu selama 5
tahun di sanitarium Sarana new York, pada saat itu belum ada obat TBC dan
setelah setengah tahun May tidak tahu apakah dia akan hidup atau tidak. Dia merasa
tidak berdaya sama sekali dan tidak bisa melakukan apa pun kecuali menunggu
hasil diagnosis ronsen selama berbulan-bulan apakah penyakit itu sudah
menggerogoti seluruh paru-parunya atau belum.
Dan setelah itu dia mulai
mengembangkan sejumlah wawasan tentang hakekat penyakitnya. Dia menyadari bahwa
penyakit ini sudah mengambil keuntungan dari ketidak berdayaan dan sikap
pasiennya. Dia mengamati pasiennya yang urimo
kondisi p
enyakitnya adalah
orang-orang yang cenderung cepat mati, sementara mereka berjuang melawan
kondisi itu cenderung dapat bertahan hidup sedikit lebih ;lama. “ketika saya
mengembangkan sejumlah ‘perlawanan’
sejumlah perasaan tangung jawab bagi fakta bahwa sayalah yang mengidap TBC,
sebuah penegasan diri saya sendiri untuk tetap bisa bertahan hidup, maka sejak
itu saya memperoleh kemajuan yang berarti dalam kesembuhan saya.
2.
Konsep Dasar
Pandangan
eksistensialisme akan sifat manusia ini sebagian di kontrol oleh pendapat bahwa
signifikan dari keberadaannya tak perna tetap; melainkan kita terus-menerus,
mengubah diri-sendiri melalui proyek-proyek / pandangan pengalaman individu. Manusia adalah mahluk yang selalu dalam keadaan transisi;
berkembang, membentuk diri dan menjadi seseorang berarti pula.
bahwa kita menemukan sesuatu dan menjadikan keberadaan kita sebagai sesuatu
yang wajar. Sebagai manusia itu selalu bertanya tentang diri sendiri, orang
lain, dan dunia. Meskipun pertanyaan spesifik yang kita ajukan bisa bervariasi
sesuai dengan tingkat perkembangan kita dalam hidup, tema dasarnya
tidaklahberubah.
Menurut
pendekatan eksistensialisme, dimensi dasar dari kondisi manusia mencakup :
1. Kapasitas untuk sadar akan dirinya.
Sebagai
umat manusia bisa kita mengenang kembali dan menentukan pilihan oleh karena
kita mampu menyadari diri kita sendiri. Makin tebal kesadaran kita itu, makin
besar kemungkinan kita untuk mendapatkan kebebasan,
2. Kebebasan dan tanggung jawab
Tema
khas yang selalu ada dalam literatur eksistensialisme adalah bahwa orang itu
bebas untuk menentukan pilihan di antara alternatif - alternatif yang ada dan
oleh karenannya mengambil peranan yang besar dalam menentukan nasibnya sendiri.
Oleh karena itu kaum eksitensialisme hidup bebas dan menjadi manusia adalah
identik. Kebebasan dan tanggung jawab berjalan seiring. Kita pecinta kita hidup
sendiri dalam arti bahwa kita cipta nasib
kita, situasi hidup kita dan problem kita (Russel, 1978). Memikul tanggung
jawab merupakn kondisi dasar adanya perubahan. Klien yang tidal mau mengakui tanggung jawab dirinya dengan selalu
menyalahkan orang lalu karena problemyang ia derita tidak akan mendapatkan
mamfaat dari terapi.
3. Usaha untuk mendapatkan identitas dan
bisa berhubungan dengan orang lain.
Orang
menaruh perhatian pada keunikan mereka dan posisi sentral mereka, namun pada
saat yang sama mereka ada minat untuk keluar diri mereka untuk berhubungan
dengan orang lain dengan alam. Masalahnya
adalah bahwa banyak diantara kita yang mencari arah, jawaban, nilai, dan
kepercayaan dari orang penting dalam dunia kita. Dari pada menaruh kepercayaan
pada diri kita sendiri untuk mencari dalam diri kita sendiri dan mencari
jawaban kita sendiri terhadap konflik dalam hidup kita, kita menjual diri dan
menjadi orang seperti yang diharapkan oleh orang lain. Keberadaan kita menjadi
berakar pada keberadaan mereka, dan kita menjadi orang asing bagi diri kita sendiri.
4. Pencarian makna
Karakteristik
manusia yang khas adalah perjuangan demi rasa sigifikan dan adanya tujuan dalam
hidup ini. Terapi
eksistensial bisa memberikan kerangka konseptual untuk menolong klien menantang
makna dalam hidupnya.
Problem membuang nilai lama (TL yang negative). Salah satu dari problema dalam terapi
adalah bahwa klien mungkin membuang nilai tradisional (serta nilai yang
dipaksakan) tanpa bisa menemukan nilai yang cocok untuk mengantikannnya. Apa
yang dilakukan terapis a[pabila kliendalam keadaan vakum nilai karena telah
tidak lagi memeluk suatu sistem nilai yang ada kenyataanya tidak perna
merupakan suatu tantangan bagi mereka itu tak ubahnya sebagai perahu tanpa
kemudi.
Ketikbermaknaan. Manakalah
klien berpendapat bahwa dunia tempat dia hidup nampak ia tidak bermakna maka
iapun akan bertanya-tanya apakah masih pantas untuk terus berjuang, bahkan
untuk hidup.
Fungsi
terapis
bukanlah mengatakan kepada klien harus seperti makna itu melainkan menjelaskan
bahwa mereka bisa menemukan makna, bahkan pada saat menderita, (Frankl, 1979).
5. Kecemasan sebagai suatu kondisi dalam
hidup.
Kebebasan
dan kecemasan adalah dua sisi dari sekeping mata uang ; kecemasan dikaitkan
dengan kegembiraan yang menyertai lahirnya ide baru. Maka kita mengalami kecemasan
pada waktu kita gunakan kebebasan kita untuk beranjak keluar dari yang
diketahui kekawasan yang tidak diketahui.
6. Kesadaran akan kematian dan ketiadaan.
Kaum eksistensialisme
tidak memandang kematian sebagai hal yang negatif tetapi berangapan bahwa kesadaran
akan datangnya maut, sebagai kondisi manusia itu memberi arti yang penting pada
hidup. Pengakuan akan datangnya maut memainkan peranan yang penting dalam
psikoterafi, oleh karena itu bisa menjadi faktor yang bisa membantu kita mentransformasikan
suatu modus hidup yang basi / yang tidak baik menjadi suatu yang otentik
(yalom, 1980). Maka salah
satu focus pada terapi eksistensialisme adalah pada menggali untuk mengetahui
sampai apa klien melakukan sesuatu yang dianggapnya bernilai. Tanpa harus selalu
di hantui oleh ancaman yang selalu ada disekelilingnya akan ketidakberadaan,
klien dapat mengembangkan kesadaran yang sehat akan datangnya maut sebagai
suatu jalan untuk mengevaluasi seberapa lurus jalan hidupnya dan perubahan apa
yang ingin mereka lakukan dalam hidup mereka, (Corey, 246-276 ;1995).
Eksistensialisme
Pendekatan yang dikenal sebagai eksistensialisme adalah mapan di intelleclra dunia, namun tidak memiliki yang sangat aman tempat dalam arus utama akademik psikologi. Eksistensialisme berakar dalam tulisan-tulisan-19 century Denmar Kierkegaard. Dalam constrast untuk sebelum sistem filsafat yang menekankan rasionalitas manusia dan pentingnya luas, abstrak sosial dan sistem budaya, Kierkegaard memberikan filsafat yang menyoroti pentingnya individu dapat mengeksfresikan emosi, gairah, dan kapasitas kehendak bebas . Kualitas ini eksistensi manusia begitu sentral bagi Kierkegaard bahwa karyanya dipandang sebagai filsafat eksistensi, atau eksistensialisme (Solomon & Higgins, 1996).
Pendekatan yang dikenal sebagai eksistensialisme adalah mapan di intelleclra dunia, namun tidak memiliki yang sangat aman tempat dalam arus utama akademik psikologi. Eksistensialisme berakar dalam tulisan-tulisan-19 century Denmar Kierkegaard. Dalam constrast untuk sebelum sistem filsafat yang menekankan rasionalitas manusia dan pentingnya luas, abstrak sosial dan sistem budaya, Kierkegaard memberikan filsafat yang menyoroti pentingnya individu dapat mengeksfresikan emosi, gairah, dan kapasitas kehendak bebas . Kualitas ini eksistensi manusia begitu sentral bagi Kierkegaard bahwa karyanya dipandang sebagai filsafat eksistensi, atau eksistensialisme (Solomon & Higgins, 1996).
Pada abad ke-20 century. Eksistensialisme diajukan paling
mencolok oleh filsuf Prancis Jean-Paul Sartre, yang menekankan kemampuan
manusia dan tanggung jawab untuk kemungkinan alternatif untuk diri sendiri dan
dengan demikian untuk mengatasi apa pun hambatan dalam kehidupan yang satu
mungkin dihadapi.
Secara umum, ada dua mendefinisikan elemen untuk
eksistensialis tinjauan. Salah satunya adalah keprihatinan dengan
keberadaan-orang dalam kondisi manusia. Eksistensialisme sangat prihatin dengan
masalah yang melekat dalam sifat hidup, manusia, dan yang sudah ada. Apa yang
merupakan inti dari keberadaan berbeda untuk eksistensialis, namun semua setuju
bahwa beberapa kekhawatiran yang mendasar bagi hakikat keberadaan manusia dan
tidak dapat diabaikan, dipecat, dijelaskan, atau diremehkan. Mungkin sebagian
besar dari semua, bagi eksistensialis, orang-orang dan experence harus dianggap
serius (Pervin, 1960b). Kedua mendefinisikan eksistensialisme pandangan ini
fokus pada pentingnya individu. Eksistensialis melihat orang sebagai tunggal,
unik, dan tak tergantikan. Bagi Kierkegaard, satu-satunya eksistensial masalah
adalah ada sebagai seorang individu. Sejumlah
tambahan tekanan yang berkaitan dengan menghargai individu. Pertama, ada memberikan
penekanan pada kebebasan. Dalam eksistensialis melihat kebebasan, kesadaran,
dan refleksi diri adalah apa
yang membedakan manusia dari hewan lain. Kedua, kebebasan melibatkan
tanggung jawab. Setiap orang bertanggung
jawab untuk pilihan, untuk bertindak, karena asli, atau untuk bertindak dalam
"itikad buruk. Pada
akhirnya, setiap orang adalah respon untuk keberadaan dirinya sendiri. Ketiga, ada eksistensial perhatian dengan kematian,
karena di sini sebagai tempat lain bahwa individu sendirian dan lengkap
tergantikan. Akhirnya, ada penekanan pada fenomenologi dan pemahaman tentang
pengalaman unik dari masing-masing orang. Peristiwa memandang dari
segi makna bagi individu bukan dalam hal beberapa standar definisi atau
konfirmasi dari beberapa hipotesis. Dengan
demikian, ada minat pada bagaimana setiap intrinsik fenomena manusia dapat
dialami dan diberi makna waktu, ruang, hidup, kematian, diri, atau apa
pun,(Pervin L.A, Cervone J, 212-213).
3. Prinsip-prinsip Eksistensialisme
Konseling
eksistensialisme berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang
mencakup; kemampuan
kesadaran diri, kebebasan untuk memilih dan menentukan nasib hidupnya sendiri;
tanggung jawab pribadi; kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan batin;
usaha untuk menemukan makna dari kehidupan manusia ; keberadaan dalam
komunikasi dengan manusia lain ; kematian; serta kecenderungan dasar untuk
mengembangkan dirinya semaksimal mungkin (winkel 453;2007). Selama wawancara
konseling, konseli membuka pikiran dan perasaannya, bagaiamana dia menghayati
dan meresapi kehidupan di dunia ini. Sebaliknya, konselor juga membuka diri dan
ingin berkomunikasi sebagai manusia yang menghadapi beraneka tunutan kehidupan
manusiaw yang sama.melalui proses komunikasi antar pribadi ini, konseli mulai
semakin menyadari kemampuanya sendiri untuk mengatur dan menentukan arah
hidupnya sendiri secara bebas dan bertanggung jawab. Dalam hal ini knseli
belajar dari konselor, yang mengkomunikasikan suatu sikap yang penuh rasa
dedikasi terhadap segala tuntutan hidup sebagai tanggung jawab pribadi. Konseli
akan diharapkan menjadi semakin mampu mengatasi beraneka kesulitan dan bermacam
tantangan dengan menempatkannya dalam kerangka suatu sikap mendasr terhadap
kehidupannya sebagai manusia, yang harus menerima realita hidup sebagaimana
adanya dan harus memperkaya diri sendiri melalui penghayatan kehidupannya. Konseli
yang melibatkan diri sepenuh dalam hidup
secara otentik (commitmet to life), akan dapat menentukan apa yang
sebaiknya dilalkukan pada saat tertentu dalam kehidupannya. (winkel,
453-454, 2007).
4. Temuan mutahir
Ketika Rollo May belajar
untuk mendengarkan tubuhnya, dia menemukan bahwa penyembuhan adalah proses yang
aktif, bukan pasif.
Rollo May menawarkan cara
baru untuk melihat dunia. Pandangan kemanusiannya lebih luas dan dalam
ketimbang umumnya teoritis kepribadian, dia melihat manusia sebagai mahluk yang
kompleks, sanggup melakukan kebaikan yang mengharukan sekaligus kejahatan yang
mengerikan.
Menurut Rollo May, manusia
sudah menjadi terasing dari dunia alamiah, manusia yang lain dan paling besar,
dari dirinya sendiri. Ketika manusia menjadi semakin teralienasikan dari
manusia lain dan dirinya, mereka menyerahkan sebagian besar kesadaranya. Akibat
mereka menjadi kurang sadar akan dirinya sebagai subyek, yaitu pribadi sadar
yang mengalami diri. Ketika diri subyek ini menjadi buram, manusia kehilangan
kapasitas membuat pilihan. Namun perkembangan seperti ini tidak terletakan. Rollo
May yakin bahwa manusia, dalam batasan-batasan takdir mereka, memiliki
kemampuan untuk membuat pilihan bebas. Setiap pilihan mendorong setiap batasan
deterministik mundur kebelakang agar munculkan pilihan-pilihan baru. Manusia
umumnya memiliki potensi kebebasan lebih besar ketimbang yang sudah
direalisasikan. Namun begitu pilihan bebas tidak datang tanpa kecemasan.
Pilihan menuntut keberanian untuk menentang takdir, memandang kedalam diri dan
menyadari kejahatan sebanyak kebaikan.
Pilihan juga mengandung
tindakan. Tanpa tindakan pilihan hanya tinggal sebagai angan-angan, sebuah
hasrat yang lembam. Dengan tindakan datangah tanggung jawab, kebebasan dan
ntanggung jawab selalu bergandengan, seseorang tidak bisa memiliki kebebasan lebih
besar daripada tanggung jawab tidak boleh juga dibebani tanggung jawab lebih
besar daripada kebebasannya. Individu yang sehat menyambut kebebasan dan tanggung
jawab, tetapi mereka sadar kalau pilihan sering kali menyakitkan dan menghasilkan
kecemasan dan mendatangkan kesulitan.
Teori Rollo May bersifat optimistik atau pesimistik terhadap hakekat manusia. Meskipun kadang melukis gambar
kemnusiaan dengan agak sendu namun dia tidak pesimis. Rollo May melihat bahwa
masa sekarang adalah tempat manusia mencari simbol-simbol dan mitos-mitos baru
yang akan dapat menyatuhkan seluruh species dalam semangat baru.
Meskipun Rollo May menyadari
pengaruh potensial pengalaman kanak-kanak bagi kepribadian pada masa dewasa
namun, dia jelas-jelas lebih memilih teleology
daripada kausalitas. Masing-masing dari kita memiliki tujuan atau takdir
khusus yang harus ditemukan dan ditantang, karena jika tidak kita akan
terjerumus kedalam alienasi dan neurosis.
Mengenai dimensi keunikan versus kemiripan, konsep
kemanusiaan Rollo May jelas mengarah pada keunikan. Masing-masing dari kita
bertangung jawab untuk membentuk kepribadian kita sendiri dalam batasan yang
telah ditetapkan oleh takdir. Tak perna dua orang membuat konsekuensi pilihan
yang sama tidak keduanya pun mengembangkan cara melihat hal-hal secara identik.
Penenkanan Rollo May tehadap
fenomenology memberi ruang bagi persepsi individual dan karenanya keunikan
kepribadian.(Feist. J. 298-299 ; 2008)
5. Aplikasi dalam Bimbingan dan Konseling
No
|
Konsep
Dasar
|
Aplikasi
dalam B & K
|
01
|
Kapasitas
untuk sadar akan dirinya.
Sebagai umat manusia bisa kita mengenang
kembali dan menentukan pilihan oleh karena kita mampu menyadari diri kita
sendiri. Makin tebal kesadaran kita itu, makin besar kemungkinan kita untuk
mendapatkan kebebasan,
|
Konselor dapat menunjukan kepada klien
bahwa peningkatan kesadaran memerlukan pengorbanan, pada saat orang menjadi
lebih sadar, konseli akan paham dan mengerti akan masalah yang di alaminya.
|
02
|
Kebebasan
dan tanggung jawab
Bahwa orang itu bebas untuk menentukan
pilihan di antara alternatif - alternatif yang ada dan oleh karenannya
mengambil peranan yang besar dalam menentukan nasibnya sendiri
|
Konselor terus-menerus mengarahkan fokus
pada pertanggung jawaban klien atas situasi mereka. Konselor mengajak klien
untuk mengenali betapa mereka telah membiarkan orang lain membuat keputusan
bagi mereka dan membangkitkan semangat mereka untuk mengambil langka
kemandirian pada saat menantang klien untuk mencari cara lain untuk berada
yang lebih bisa memnuhi makna darpada keberadaanya sekarang yang serba terbatas.
|
03
|
Usaha
untuk mendapatkan identitas dan bisa berhubungan dengan orang lain
|
Konselor mampu ,memahami konseli
secara mendalam dan memahami pula latar belakang konseli, sehingga konselor
melakukan konfrontasi pada konseli dengan realitas yang hanya mereka sendiri
yang harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri.
|
04
|
Pencarian
makna
Karakteristik manusia yang khas adalah
perjuangan demi rasa sigifikan dan adanya tujuan dalam hidup ini.
|
Konselor dapat membantu konseli dengan
cara mengali untuk mengetahui akan permasalahan yang sedang dialaminya (konseli) sehingga konseli mampu
menemukan dirinya, dan mampu menemukan jalannkeluar dari masalahnya.
|
05
|
Kecemasan
sebagai suatu kondisi dalam hidup.
Manusia
kadang mengalami rasa cemas, dalam hidupnya, tidak
mampu lagi untuk berkembang dan beraktualisasi diri.
|
Konselor yang berorientasi
eksistensial dapat membantu klien mengenali bahwa bagaimana belajar
bertenggang rasa dan keragu-raguan dan ketikpastian. Konselor mampu membrikan
warna yang jelas pada konseli untuk memhilangkan rasa cemas itu konselor
mampu mengantarkan konseli untuk mengenali dunia baru, dan melupakan dunia
yang telah membuat di cemas.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar